Peran Dalam Pernikahan

Berbagi peran seringkali menjadi momok dan memancing ketegangan di beberapa pasangan. Suami merasa harusnya dia yang melakukan A saja dan B dilakukan oleh istri. Di sisi lain, istri merasa harusnya bisa dong bagi tugas kapan suami melakukan A saat istri tidak bisa sementara istri melakukan B, atau sebaliknya.

Aku dan Aji mengalami lika-liku tentang berbagi peran juga. Menurutku, sama kok di setiap pasangan. Dan biasanya nih, saat belum ada anak, hal ini tidak terlalu tampak. Tapi sebenarnya sejak memutuskan menikah, kita diberikan privielege untuk belajar mengembangkan diri kita sendiri melalui pasangan. 

Dulu saat awal menikah, berhubung aku adalah orang yang detil dan perfeksionis - (https://meilawijaya.blogspot.com/2023/03/mengenal-diri-lebih-dalam.html) - maka aku merasa segalanya harus tertata rapi dan teratur di tempatnya. Menjadi rapi dan bersih memang betul. Tapi ada kalanya menjadi sebuah kelelahan kan? Apalagi kalau bertabrakan dengan Aji yang lebih nyaman meletakkan barang dimana pun sebisanya dia. Hahahaha.. kebayang kan?

Misalnya nih.. 

  • handuk basah ditaruh di kasur
  • baju kotor ditaruh di kursi
  • sandal sepatu setelah pakai mencar-mencar di sana sini
  • abis pakai sabun atau shampoo, botolnya tidak kembali ke wadahnya
Dongkol? jelas.. hahaha..  Ribut? sering... Trus diem-dieman? iya dong ... 😁😀

Namun, semakin aku dongkol, mengeluh, nggedumel, cerewet mengingatkan sampai di level menjengkelkan, justru semua pemicu keributan itu tidak mereda. Bahkan kadang makin memuncak.

Hingga di titik, aku sangat menyadari memang bawaan Aji saat itu begitu. Dengan lapang dada aku tidak mengeluhkan kembali. Yang aku lakukan adalah:

  • mengembalikan handuk basah ke jemuran
  • baju kotor aku ambil masukkan ke keranjang baju kotor
  • sandal sepatu langsung aku rapikan saat kulihat berantakan
  • botol sabun shampoo aku kembalikan ke tempatnya
Aku lakukan tanpa dongkol. And AMAZING!! ... Tiba-tiba Aji berubah sendiri. Dia mengembalikan semua pada tempatnya. Bahkan Aji terbuka sekali dengan bagi tugas seperti misalnya:
  • dia cuci baju, aku bikin makan untuk abi anin
  • dia ajak jalan abi anin keliling komplek, aku bisa selonjoran
  • aku nyapu, dia ngepel
  • aku nata lemari baju, dia gantiian sprei set 2 kasur
  • aku makan, dia yang gendong anin (waktu itu masih bayi)
  • aku ajak main anin, dia ajak main abi
ANEH? iya menurutku saat itu. Tapi sekarang kalau flashback aku tersadar, memang begitu cara kerja Tuhan "menampar" kita untuk menjadi lebih baik melalui pasangan dan anak-anak kita.

Bahwa semua yang terjadi di sekitar kita justru berasal dari ketakutan kita sendiri dan ketidakpuasan ego kita sendiri. 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

BOOK: Day by Day with My Son

Motivasi Berserah Diri

Dua Guru Kecilku