Menikah dan Frekuensi


True Love (cinta sejati) dalam sebuah hubungan memiliki tujuan baik untuk mengajak dua orang yang berhubungan ini semakin berkembang sesuai dengan jati dirinya. Atau bisa dibilang menjadi diri sendiri dalam sebuah hubungan. Hubungan bisa dalam sebuah persahabatan atau pernikahan ya.

Sebuah cinta sejati adalah sebuah hubungan spiritual dengan frekuensi tinggi, yang menurutku adalah faktor penting dalam sebuah pernikahan. Dan di awal pernikahan, karena hal ini maka segalanya tampak indah. Jika di awal sudah tidak ada frekuensi ini, entah gimana deh rasanya.

Pernikahan menyatukan dua pribadi yang berbeda dalam sebuah kesepakatan bersama. Semuanya pasti berbeda, tidak ada yang sama. Biasanya kata cinta disebut-sebut sebagai faktor utama dalam sebuah pernikahan. Dengan cinta yang penuh, setiap pasangan pasti memiliki toleransi yang besar satu sama lain dengan didasari kesepakatan bersama dan menjalankan kesepakatan itu. 

Aku dan Aji menikah tahun 2007. Hampir 16 tahun usia pernikahan kami ternyata. Setelah usia pernikahan berjalan beberapa lama, biasanya.... yang sudah kami alami nih... merasa ada yang kurang penuh. Kalau aku memandangnya karena frekuensi yang dipancarkan makin turun satu sama lain. Berdasarkan pengalaman kami, hal ini disebabkan merasa sudah mengalami banyak toleransi dan menjalani kesepakatan demi kesepakatan, sehingga berasa lelah kok begitu-begitu saja rasanya.  

Menjaga frekuensi itu tugas setiap orang. Berasal dari dalam diri setiap orang. Frekuensi memancar keluar dan alam semesta membacanya untuk kemudian menjadi sebuah peristiwa yang terjadi untuk dijadikan pembelajaran. Dan pembelajaran ini bisa dalam bentuk apa saja.

Kami mengalami berbagai macam bentuk namun semakin banyak berdiskusi dan saling menjaga frekuensi diri, kami menemukan sebuah pola hidup. Ketika aku memancarkan frekuensi yang rendah, maka Aji perlu merasakan diri untuk merespon. Apakah Aji akan ikut turun atau tetap menjaga frekuensinya di level yang tinggi. Sementara tugasku adalah merasakan ke dalam diri dan tenang, maka frekuensi akan naik. 

Pola yang terjadi di kami, ketika frekuensi kami turun, contohnya:

  • saling menyalahkan
  • merasa paling benar
  • merasa tidak dianggap
  • merasa tidak dibutuhkan
  • dan rasa-rasa tidak enak lainnya
maka rejeki makin seret, kadang anak-anak sakit, atau ada aja peristiwa tidak mengenakkan terjadi. 

Dan pola ini akan terus berulang. Semakin kita bisa memahami dan memperbaiki, maka pola ini makin hilang. Hingga pada titik yang biasanya orang bilang "sepasang suami istri yang serasi dan satu frekuensi". 

Ketika frekuensi kita di titik tinggi dan sama dengan pasangan kita, maka semesta menyediakan segala kebutuhan dalam keluarga kita. Dan Sang Pencipta sangatlah tahu apa yang kita sebagai pribadi dan kita dalam keluarga butuhkan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

BOOK: Day by Day with My Son

Motivasi Berserah Diri

Dua Guru Kecilku